Klik Disini...!!! untuk mengunggah file berfomat.doc, pdf, etc
KLIPING BANDUNG LAUTAN API
Di
S
U
S
U
N
Oleh
DAYAT
SABARUDIN
Kelas : IX-3
SMA N.4 SEI SUKATP. 2015/2016
A.
LATAR BELAKANG PERTEMPURAN BANDUNG LAUTAN API
Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung
sejak pertengahan oktober 1945. Menjelang november 1945, pasukan NICA semakin
merajelela di Bandung dengan aksi terornya. Masuknya tentara sektu dimanfaatkan
oleh NICA untuk mengembalikan kekuasaanya di Indonesia. Tapi semangat juang
rakyat dan para pemuda Bandung tetap berkobar.
Latar belakang Bandung Lautan Api, antara lain :
Latar belakang Bandung Lautan Api, antara lain :
1)
Pasukan sekutu Inggris memasuki kota Bandung dan sikap pasukan NICA yang
merajalela dengan aksi terornya.
2)
Perundingan antara pihak RI dengan Sekutu/NICA, dimana Bandung dibagi dua
bagian.
3) Bendungan sungai Cikapundung yang jebol dan menyebabkan banjir besar dalam kota
4) Keinginan sektu yang menuntut pengosongan sejauh 11km dari Bandung Utara.
3) Bendungan sungai Cikapundung yang jebol dan menyebabkan banjir besar dalam kota
4) Keinginan sektu yang menuntut pengosongan sejauh 11km dari Bandung Utara.
B. PROSES
TERJADINYA PERTEMPURAN BANDUNG LAUTAN API
Suatu peristiwa di bulan Maret 1946, dalam
waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar
rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di
selatan. Peristiwa itu di kenal sebagai Bandung Lautan Api. Sebuah memorabilia
sejarah Bandung.
Pada awal tahun 1946, Inggris menjanjikan penarikan pasukannya dari Jawa Barat dan menyerahkan kepada Belanda, untuk selanjutnya digunakan sebagai basis militer. Kesepakatan sekutu, Inggris dan NICA (Nederlands Indie Civil Administration) memunculkan perlawanan heroic dari masyarakat dan pemuda pejuang di Bandung, ketika tentara Inggris dan NICA melakukan serangan militer ke Bandung. Tentara sekutu berusaha untuk menguasai Bandung, meskipun harus melanggar hasil perundingan dengan RI.Agresi militer Inggris dan NICA Belanda pun memicu tindakan pembumihangusan kota oleh para pejuang dan masyarakat Bandung. Bumi hangus adalah memusnahkan dengan pembakaran semua barang, bangunan, gedung yang mungkin akan dipakai oleh musuh.
Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di utara jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke barat), memberikan ultimatum (23 Maret 1946) supaya Tentara Republik Indonesia (TRI) mundur sejauh 11 km dari pusat kota (wilayah di selatan jalan kereta api dikuasai TRI) paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret 1946. Akibatnya pertempuran pun kembali menghebat. Pada saat itu datang dua buah surat perintah yang isinya membingungkan, yaitu :
1) Dari
perdana Menteri Amir SyarifudinBahwa para pejuang / pasukan RI harus mundur dari
kota Bandung sesuai dengan perjanjian antara pemerintah RI dengan Sekutu yanag
saat itu sedang berlangsung di Jakarta.
2) Dari
Panglima TKR (Jenderal Sudirman)
Menghadapi
dua perintah yang berbeda ini, akhirnya pada 24 Maret 1946 pukul 10.00
WIB, para petinggi TRI mengadakan rapat untuk menyikapi perintah PM Sjahril di
Markas Divisi III TKR. Rapat ini dihadiri para pemimpin pasukan Komandan Divisi
III Kolonel Nasution, Komandan Resimen 8 Letkol Omon Abdurrahman, Komandan
Batalyon I Mayor Abdurrahman, Komandan Batalyon II Mayor Sumarsono, Komandan
Batalyon III Mayor Ahmad Wiranatakusumah, Ketua MP3 Letkol Soetoko, Komandan
Polisi Tentara Rukana, dan perwakilan tokoh masyarakat dan pejuang
Bandung.
Rapat pun berlangsung alot dan panas. Berbagai usulan perlawanan disampaikan peserta rapat, salah satu usul adalah meledakkan terowongan Sungai Citarum di Rajamandala sehingga airnya merendam Bandung. Usul ini disampaikan Rukana. Namun saking emosinya, Rukana menyebut usulnya agar Bandung menjadi “lautan api”, padahal maksudnya “lautan air”. Diduga, dari rapat inilah muncul istilah Bandung Lautan Api.
Usul
lain muncul dari tokoh Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon
(AMPTT), Soetoko, yang tidak setuju jika hanya TRI saja yang
meninggalkan Bandung. Menurutnya, rakyat harus bersama TKR mengosongkan kota
Bandung.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di Bandung, Nasution akhirnya memutuskan untuk mentaati keputusan pemerintah RI. Keputusan ini berisi beberapa poin, di antaranya TRI akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi atau bumi hangus, hingga Bandung diserahkan dalam keadaan tidak utuh.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di Bandung, Nasution akhirnya memutuskan untuk mentaati keputusan pemerintah RI. Keputusan ini berisi beberapa poin, di antaranya TRI akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi atau bumi hangus, hingga Bandung diserahkan dalam keadaan tidak utuh.
Lalu
rakyat akan diajak mengungsi bersama TRI. Selama pengungsian, TRI dan pejuang
akan melakukan perlawanan dengan taktik gerilya ke Bandung Utara dan Selatan
yang dikuasai musuh.
Melalui siaran RRI pada pukul 14.00, Nasution mengumumkan: bahwa semua pegawai dan rakyat harus keluar sebelum pukul 24.00, tentara melakukan bumi hangus terhadap objek vital di Bandung agar tidak dipakai Inggris dan NICA.
Melalui siaran RRI pada pukul 14.00, Nasution mengumumkan: bahwa semua pegawai dan rakyat harus keluar sebelum pukul 24.00, tentara melakukan bumi hangus terhadap objek vital di Bandung agar tidak dipakai Inggris dan NICA.
Saat malam tiba, TRI akan menyerang Bandung. TRI juga mempersiapkan sejumlah titik pengungsian bagi Keresidenan Priangan, Walikota Bandung, Bupati Bandung, Jawatan KA, Jawatan PTT, rumah sakit, dan lain-lain.
Rakyat sebagian ada yang menerima informasi tersebut, sebagian lagi hanya mendengar desas-desus bahwa Bandung akan dibakar dan penduduknya harus ngungsi segera menyebar, tetapi banyak juga yang tidak mengetahui sama sekali. Namun situasi umum waktu itu mencekam, kepanikan di mana-mana.
Meski
panik, secara umum rakyat mematuhi keputusan pemerintah. Banyak rakyat yang
mengungsi, Meski berat hati harus meninggalkan rumah yang sudah mereka ditinggali
sejak kecil. Tempat tujuan pengungsi menyebar, mulai dari Cililin, Ciparay dan
Majalaya, Tasikmalaya, Cianjur, Ciwidey, Garut, Sukabumi, bahkan adaya yang
mengikuti hingga Jogjakarta.
TRI
menjadwalkan peledakan pertama dimulai pukul 24.00 WIB di Gedung Regentsweg,
selatan Alun-alun Bandung yaitu Gedung Indische Restaurant (sekarang Gedung
BRI), sebagai aba-aba untuk meledakan semua gedung.
Di
tengah persiapan itu tiba-tiba terjadi ledakkan. Seorang pejuang, Endang
Karmas, mengaku heran dengan adanya ledakan, padahal baru pukul 20.00 WIB.
Ledakkan pertama itu terlanjut dianggap aba-aba, sehingga pejuang lain pun
tergesa-gesa melakukan pembakaran dan peledakkan gedung.
Karena
persiapan yang minim, banyak gedung vital yang tidak bisa diledakkan, kalaupun
meledak, tidak sanggup merusak bangunan yang terlalu kokoh.
Beberapa
kemungkinan menjadi pemicu melesetnya jadwal ledakkan dari jadwal semula,
yakni faktor teknis atau keterampilan menguasi bahan peledak yang minim, alat
peledak yang kurang, atau ada sabotase oleh musuh untuk menggagalkan sekenario
Bandung Lautan Api.
Terlebih saat persiapan pengungsian pasukan Gurkha dan NICA terus melakukan provokasi hingga penembakan terhadap para pejuang. Hal itulah yang membuat rencana pembakaran dan penghancuran objek vital tidak berjalan seperti rencana.
Terlebih saat persiapan pengungsian pasukan Gurkha dan NICA terus melakukan provokasi hingga penembakan terhadap para pejuang. Hal itulah yang membuat rencana pembakaran dan penghancuran objek vital tidak berjalan seperti rencana.
Kebakaran
hebat justru timbul dari rumah-rumah warga yang sengaja dibakar, baik oleh
pejuang maupun oleh pemilik rumah yang sukarela membakar rumahnya sebelum
berangkat ngungsi. Rumah-rumah warga yang dibakar membentang dari Jalan Buah
Batu, Cicadas, Cimindi, Cibadak, Pagarsih, Cigereleng, Jalan Sudirman, Jalan
Kopo. Kobaran api terbesar ada di daerah Cicadas dan Tegalega, di sekitar
Ciroyom, Jalan Pangeran Sumedang (Oto Iskandar Dinata), Cikudapateuh, dan
lain-lain.
Semua
listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi.
Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan
Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud
menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah Muhammad Toha dan
Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat
tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut
gugur sebagai pahlawan bangsa.
Sejarah
heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Bandung
Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki menjadi lagi
perjuangan pada saat itu. NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat melalui
Perjanjian Renville (17 Januari 1948).
Beberapa
tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan
emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi
lautan api. Perlambang emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota
tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu
tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan
harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan. Beberapa
tahun kemudian, lagu “Halo Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi
mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang sekarang telah
menjadi lautan api.
C.
Setelah Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus
1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit
demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya.
Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang.
Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali
Indonesia. Jejak Perjuangan “Bandung Lautan Api” membawa kita menelusuri
kembali berbagai kejadian di Bandung yang berpuncak pada suatu malam mencekam,
saat penduduk melarikan diri, mengungsi, di tengah kobaran api dan tembakan
musuh. Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita
dari para pejuang kita …
Berita
pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui
Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus
1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh
Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank
Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya
tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet
tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang
Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan
Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia
(LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari
bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi
pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat
menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa
hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan
musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan
oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat
terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945,
pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas.
Korban makin banyak berjatuhan.
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia
(TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat
tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah
selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumi¬hanguskan Bandung diambil
melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua
kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan
Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan
Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang
meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api
menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan
harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah
tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang
masih menyala.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan
tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh
yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya
dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang
bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Klik Disini...!!! untuk mengunggah file berfomat.doc, pdf, etc
Author : Asytar Kusuma Tatsuya
#Perhatian : Seiring berjalannya waktu artikel ini akan terus diperbaharui.
thank's for visiting my Blog and having fun :) ;) :-D
No comments:
Post a Comment